Entah, terkena syndrome apa khalayak ramai indonesia dewasa ini. Sedikit-sedikit heboh, sedikit-sedikit kafir, sedikit-sedikit jadi viral, sedikit-sedikit nge-judge dan sedikit-sedikit dugem (yg terakhir tidak termasuk ye hehe). Yang terbaru adalah menyoal Peraturan Daerah (perda) di beberapa daerah yg sedikit menyenggol ketenangan "Pawai Takbir Keliling". Apa pasal? Beberapa Pemerintah Daerah (Pemda) tersebut melarang diadakannya Pawai Takbir Keliling yang akan dilaksanakan pada malam menjelang Idul Fitri di daerah masing-masing. Rerata, alasan yg di pakai oleh Pemerintah Daerah tersebut menyoal ketenangan, keamanan, ketertiban dll yg menyangkut harkat hidup orang banyak (macet, sampah, bising, pelanggaran lalin dll).
Atas kejadian tersebut, banyak netizen yg geram, yg banyak mempertanyakan tentang "keberpihakan" Pemda tersebut terhadap Islam, yg membandingkan dg acara "kafir" yg di perbolehkan bahkan di "ayomi" oleh Pemda tersebut (perayaan tahun baru, pawai suporter dll), yg gk terima atas laku Pemda yg seakan pilih kasih dll. Banyak yang curiga, bahwa kejadian tersebut termasuk kedalam proyek pelemahan Islam yg di danai atau di dukung oleh Wahyudi, Nasirun, Zinois dll. Tanpa menafikkan itu semua, mari kita sejenak berkhusnudzan bersama atas "kejadian" tersebut.
Ada sebuah kisah yg biasa-biasa saja sebenarnya, namun sampai saat ini membekas dalam batin saya. Dalam sebuah majlis ilmu yg pernah saya ikuti, ada seorang teman yg tiba-tiba menanyakan kepada sang kiai tentang pandangan beliau terhadap takbir keliling, boleh atau tidak dilaksanakan. Teman saya ini memang suka menanyakan hal-hal yg diluar "mainstream", padahal pada majlis ilmu tersebut sedang membahas kitab Fatkhul Majid, kitab yg membahas tentang Tauhid, terus apa hubungan pertanyaan tersebut dg materi yg disampaikan? Entah, namun sang kiai tetap meladeni pertanyaan tersebut. Sang kiai adalag seorang kiai sepuh, "penggede" organisasi dakwah di Lamongan, ia pernah berdakwah hingga ke pelosok-pelosok daerah di kalimantan, dll.
Dengan nada yg lembut dan pelan-pelan, sang kiai tersebut menjawab, apa jawaban sang kiai? Beliau menjawab bahwa sah-sah saja takbir keliling tersebut dilakukan, namun kita juga harus mempertimbangkan aspek yang lain. Jika takbir keliling kemudian memunculkan madharat yg banyak dan tidak mencerminkan akhlaq qur'ani, maka sebaiknya tidak dilaksakan. Kemudian beliau menjawab lagi, sebenarnya apa tujuan dari takbir keliling? tujuan takbir keliling adalah syiar islam, memperkenalkan "Ini loh Islam", mempopulerkan islam agar islam masuk kedalam sendi-sendi kehidupan. Beliau menyambung, jika takbir keliling itu dilaksanakan di Kota Lamongan (beliau memberi contoh) maka lebih baik tidak usah di laksanakan, karena mayoritas penduduk kota lamongan adalah Islam, tidak terlalu "urgent" utk diadakan, harus pakai metode yang lain. Berbeda hal jika takbir keliling di lakukan di Papua yang mayoritas non-islam (beliau memberi contoh lagi), takbir keliling boleh lah di laksanakan disana, sebagai bentuk upaya menggiatkan islam sebagai minoritas. Kemudian beliau menambahkan lagi dengan refleksi atas pelaksanaan takbir keliling yg pasti mengeluarkan tenaga dan biaya yg tidak sedikit, bukankah lebih efektif jika hal tersebut di peruntukkan utk hal yg lebih membutuhkan.
Nah, menurut hemat saya, yg masih 'cetek' ilmu agama nya, dilarangnya pelaksanaan Pawai Takbir Keliling di beberapa daerah harus di pandang dg hati yg jernih. Harus di lihat seberapa manfaat dan mafsadat, bukankah dalam kaidah Ushul Fiqh di sebutkan bahwa "Menolak mafsadat lebih utama daripada mengambil manfaat"?. Dan Ibnu Taimiyah mengatakan, jika keduanya bertemu (mafsadat dan manfaat) maka wajib menimbang antara keduanya siapakah yg paling kuat. Jika yg hal tersebut dapat memberikan banyak manfaat dan minim mafsadat, yasudah di lakukan saja (contohnya seperti di Papua diatas), begitu juga sebaliknya.
Ihwal kejadian ini, ya mari kita berfikir ulang, berapa biaya yg harus di keluarkan? Berapa tenaga? Belum lagi nanti ada yg mati konyol karena pelanggaran lalu lintas, belum lagi sampah yg menggunung, belum lagi macet yg menggulung. Bukankah Nabi Muhammad menyerukan untuk memperbanyak takbir? Bukan menyeru utk 'war-wer-wor' kan? Bukan menganjurkan 'jeledar-jeledor' gema takbir di iringi dg gema merconan kan?. Cukuplah dengan speaker masjid menjadi media syiar islam sembari berbungah bertakbir bersama handa-taulan, sahabat karib, teman sejawat. Saling khusuk menggemakan takbir demi menyambut hari kemenangan. Toh juga bisa menghemat tenaga utk menyambut hari esok agar tidak 'ceglak-cegluk' pada saat sholat ied. Ya bagaimana menggembirakan Hari Raya yg mulia ini dengan banyak manfaat, bukan menambah mafsadat.
Namun, semuanya itu kembali ke masing-masing diri lah. Mending sekarang pergi ke bengkel ganti knalpot yang 'blong', 'war-wer-wor' biar semuanya tau, islam itu SANGAR bung. Mending dari sekarang pergi ke pasar, bongkar 'celengen' buat beli 'Jeledoran' kembang api seratus-ribuan. Mending sekarang tes vocal, biar besok bisa teriak kenceng-kenceng "TOLAK WAHYUDI" "WAHYUDI LAKNAT" "WAHYUDI AN***G". Daripada baca tulisan yang 'mekso' bermutu tapi 'cetek' ilmu, ra payu!. Yasudah, se-bahagia-mu.
Tanpa bermaksud memperkeruh suasana atau apa, hanya bermaksud utk "wa ta waa shoubil haqqi, wa ta waa shoubish shobr". Toh saya sendiri belum pernah ikut Pawai Takbir Keliling kecuali sekali, itupun di pelosok desa di jogja yg islam sendiri belum menjadi mayoritas dan itupun sangat sederhana, bermodal obor dan sedikit tetabuhan sembari bertakbir keliling desa bersama anak-anak TPA yg berjumlah tak lebih dari 50.an. Saya juga sadar diri, hanya anak ingusan yg 'cetek' ilmu, masih urakan, kadang menyepelakan kewajiban, dan tentunya faqir di hadapan-Nya. Semoga bermanfaat, itu saja. Tabik!
Lestarikan kebebalan!.
0 komentar:
Posting Komentar