Kamis, 14 April 2016

Malapetaka Di Indonesia - Max Lane ; Notulensi Ngobook (Ngobrol Buku) #3

Notulensi NGOBOOK :
Bedah buku : Malapetaka Di Indonesia - Max Lane
            Pemantik : Romi Maulana (kader IMM FH UMY 2013)
            Notulensi oleh : Fajri "boncel" Fauzi (kader IMM FP UMY 2013)
 

Tempat di Angkringan Kangharjo Sotosewu
            Pukul 23 :17 wib tgl 13 April 2016



Malapetaka Di Indonesia - Max Lane
Indonesia, sebuah negara yang memiliki banyak kekayaan alam dari Sabang sampai Merauke, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Sejarah Indonesia masih memiliki banyak titik yang diliputi kegelapan. Salah satu yang paling hitam adalah periode sebelum 1965 hingga beberapa saat sebelum Orde Baru berdiri. Seperti yang sudah diketahui banyak orang, pada september 1965 terjadi nya penculikan dan pembunuhan terhadap enam jenderal dan satu perwira muda di Jakarta. Sementara di Yogyakarta, dua perwira menengah juga diculik dan dibunuh. Peristiwa ini kemudian menjadi pemicu atau dalih dari rentetan peristiwa lain yang lebih besar yaitu pembantaian rakyat yang dianggap sebagai pengikut Partai Komunis Indonesia ( PKI ), pembubaran PKI, penggulingan Soekarno dan berdirinya Orde Baru. Pasca memenangi perang melawan penjajahan dari jepang pada saat itu, terjadi kekosongan kekuasaan di wilayah Indonesia dan tidak ada lagi aparat negara yang menindas, berbagai elemen dari semua kelas di masyarakat Indonesia mengorganisir diri ke dalam kelompok-kelompok radikal. PKI sendiri dibangun ulang pada oktober 1945 setelah ditindas dan dibubarkan oleh belanda pada 1927. Proses pematangan radikalisme menyebar ke seluruh negerei dengan bermacam-macam formasi kelompok sosialis dan komunis, juga organ buruh dan tani. Pasca 1945 adalah satu-satunya periode ketika para anggota PKI dan kalangan komunis lain bisa masuk sebagai anggota riil kabinet. Sesudah 1960, D.N Aidit dan seorang tokoh senior PKI pernah menjadi bagian dari kabinet tetapi hanya sebagai Wakil Ketua Parlemen. Kursi PKI dan kaum kiri lainnya di kabinet-kabinet awal sebagian besar di peroleh lewat mediasi Soekarno. Mengingat pekatnya pengaruh golongan kiri dan kecenderungan Soekarno untuk mendukung mereka, kekuatan-kekuatan politik sipil anti-komunis pun lantas menggantungkan diri kepada militer anti-komunis sebagai pertahanan. Dari tahun 1947-1948, begitu sering terjadi benturan antara Angkatan Darat dan kelompok-kelompok gerilya sayap kiri yang bertitik puncak pada bentrokan besar antara pasukan tentara dan pasukan PKI di Madiun. Dasawarsa berikutnya benar-benar membeberkan bukti-bukti melimpah terkait dengan kekerasan dan sikap reaksioner tentara Indonesia. Pada tahun 1951 tentara mengklaim akan adanya kup dan memakai hal itu sebagai alasan untuk menangkap 2000 anggota PKI, tahun 1952 tentara mengepung Istana Presiden dengan meriam dan menuntut Soekarno membubarkan pemerintahan dan pada tahun 1956-1957 elemen-elemen sayap kanan didalam tubuh tentara merebut kekuasaan atas sebagian provinsi dan menangkap para aktivis serikat pekerja dan aktivis kiri. Kelompok ino kemudian membentuk Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), yang didukung oleh beberapa pimpinan partai politik anti-komunis, terutama Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan Partai Sosialis Indonesia.
Sejarah kaum kiri, PKI dan hubungan antara Soekarno dan golongan kiri selama masa perang melawan Belanda pada 1945-1949 masih rumit dan tetap diperdebatkan. Ketika tentara Indonesia yang muncul pada 1940an dan kemudian dikonsolidasikan siap dan sanggup melakukan pembunuhan besar-besaran terhadap kaum kiri. Ini menjadi pelajaran penting dalam kasus Madiun dan pelajaran itu tidak akan dilupakan oleh golongan kiri pada periode 1945-1965. Masih ada begitu banyak pertanyaan yang belum terjawab seputar Soekarno, PKI, dan partai-partai lainnya, tentara dan kehidupan politik Indonesia, baik ditingkat elit dan rakyat disaat itu.

0 komentar:

Posting Komentar