Bedah buku : Malapetaka Di Indonesia - Max Lane
Pemantik : Romi Maulana (kader IMM FH UMY 2013)
Notulensi oleh : Fajri "boncel" Fauzi (kader IMM FP UMY 2013)
Tempat di Angkringan Kangharjo Sotosewu
Pukul 23 :17 wib tgl 13 April 2016
Malapetaka Di Indonesia - Max Lane
Indonesia, sebuah negara yang memiliki banyak
kekayaan alam dari Sabang sampai Merauke, yang terdiri dari berbagai suku
bangsa, bahasa, dan agama. Sejarah Indonesia masih memiliki banyak titik yang
diliputi kegelapan. Salah satu yang paling hitam adalah periode sebelum 1965
hingga beberapa saat sebelum Orde Baru berdiri. Seperti yang sudah diketahui
banyak orang, pada september 1965 terjadi nya penculikan dan pembunuhan
terhadap enam jenderal dan satu perwira muda di Jakarta. Sementara di
Yogyakarta, dua perwira menengah juga diculik dan dibunuh. Peristiwa ini
kemudian menjadi pemicu atau dalih dari rentetan peristiwa lain yang lebih
besar yaitu pembantaian rakyat yang dianggap sebagai pengikut Partai Komunis
Indonesia ( PKI ), pembubaran PKI, penggulingan Soekarno dan berdirinya Orde
Baru. Pasca memenangi perang melawan penjajahan dari jepang pada saat itu,
terjadi kekosongan kekuasaan di wilayah Indonesia dan tidak ada lagi aparat
negara yang menindas, berbagai elemen dari semua kelas di masyarakat Indonesia
mengorganisir diri ke dalam kelompok-kelompok radikal. PKI sendiri dibangun
ulang pada oktober 1945 setelah ditindas dan dibubarkan oleh belanda pada 1927.
Proses pematangan radikalisme menyebar ke seluruh negerei dengan bermacam-macam
formasi kelompok sosialis dan komunis, juga organ buruh dan tani. Pasca 1945
adalah satu-satunya periode ketika para anggota PKI dan kalangan komunis lain
bisa masuk sebagai anggota riil kabinet. Sesudah 1960, D.N Aidit dan seorang
tokoh senior PKI pernah menjadi bagian dari kabinet tetapi hanya sebagai Wakil
Ketua Parlemen. Kursi PKI dan kaum kiri lainnya di kabinet-kabinet awal
sebagian besar di peroleh lewat mediasi Soekarno. Mengingat pekatnya pengaruh
golongan kiri dan kecenderungan Soekarno untuk mendukung mereka,
kekuatan-kekuatan politik sipil anti-komunis pun lantas menggantungkan diri
kepada militer anti-komunis sebagai pertahanan. Dari tahun 1947-1948, begitu
sering terjadi benturan antara Angkatan Darat dan kelompok-kelompok gerilya
sayap kiri yang bertitik puncak pada bentrokan besar antara pasukan tentara dan
pasukan PKI di Madiun. Dasawarsa berikutnya benar-benar membeberkan bukti-bukti
melimpah terkait dengan kekerasan dan sikap reaksioner tentara Indonesia. Pada
tahun 1951 tentara mengklaim akan adanya kup dan memakai hal itu sebagai alasan
untuk menangkap 2000 anggota PKI, tahun 1952 tentara mengepung Istana Presiden
dengan meriam dan menuntut Soekarno membubarkan pemerintahan dan pada tahun
1956-1957 elemen-elemen sayap kanan didalam tubuh tentara merebut kekuasaan
atas sebagian provinsi dan menangkap para aktivis serikat pekerja dan aktivis
kiri. Kelompok ino kemudian membentuk Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia
(PRRI), yang didukung oleh beberapa pimpinan partai politik anti-komunis,
terutama Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan Partai Sosialis
Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar