Selasa, 24 April 2018

Menghayati Ideologi dan Upaya Transformasi Kader


Pendahuluan
Dalam sejarahnya, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) lahir dalam suasana politik Indonesia yang sedang kritis. Salahsatu penyebab keadaan politik tersebut adalah pemberlakuan Demokrasi Terpimpin oleh Soekarno sehingga muncul-lah gagasan kemudian di-sah-kan menjadi landasan Demokrasi Terpimpin yaitu Nasionalis-Agama-Komunis (NASAKOM). Akibat dari gagasan tersebut adalah adanya gejolak pertentangan antara Ideologi “agama” dan Ideologi Komunis. Agama, dalam ranah ini adalah Islam, merasa bahwa Soekarno sudah dijangkiti oleh “virus” Komunisme sehingga beliau seakan memberi angin segar bagi Komunis untuk bergerak bebas. Padahal, Islam merasa, Komunis hanya memanfaatkan Soekarno untuk melanggengkan tujuannya yaitu mengganti Pancasila menjadi Komunisme. Dampak dari kedekatan Soekarno dengan Komunis adalah dibubarkannya salahsatu partai Islam yaitu Partai Masyumi, dengan berbagai macam alasan yang melatarbelakanginya. Bukti bahwa Komunis ingin mengganti ideologi Pancasila dengan Komunisme adalah adanya peristiwa G-30-S.
Menanggapi permasalahan bangsa yang pelik tersebut, maka lahirlah IMM. Harapannya, hadirnya IMM turut menjadi angin segar bagi kekuatan Islam dalam “melawan” Komunis yang banyak merugikan Islam bahkan Bangsa Indonesia. Meskipun begitu, alasan diatas bukan menjadi satu-satunya alasan atas kelahiran IMM tersebut. Alasan diatas adalah sedikit respon bagi IMM dalam menanggapi permasalahan bangsa secara praksis. Ide untuk menghimpun dan mengikat para pelajar sekaligus mahasiswa Muhammadiyah dalam satu wadah sudah lama di gaungkan oleh Muhammadiyah. Keinginan tersebut bisa dilacak sejak tahun 1930-an, yang mengingkinkan adanya Perguruan Tinggi Muhammadiyah (Agam, 1997).
Muhammadiyah sadar bahwa Organisasinya akan mati dan hilang ditelan masa ketika tidak-adanya penyebaran ideologi dan proses transfer cita-cita kepada generasi selanjutnya.Muhammadiyah melihat bahwa untuk mewujudkan baldatun toyyibatun warobbun ghofuur tidak mungkin hanya menyasar satu lapisan masyarakat, namun dibutuhkan kesadaran disemua elemen masyarakat sehingga cita-cita mulia tersebut dapat terwujud dengan baik. Pendeknya, cita-cita yang mulia akan sulit terwujud bahkan tidak akan pernah terwujud jika tidak adanya kesadaran merata disegala lapisan masyarakat.


Ideologi Sebagai Landasan Bergerak
Ali Syariati, seorang Ideolog dari Iran, mengungkapkan makna ideologi sebagai ilmu tentang cita-cita atau tentang keyakinan. Dimulai dengan akar kata idea yang semakna dengan gagasan, pemikiran, cita-cita, tujuan, keyakinan dan logi yang berarti ilmu, logika, pengetahuan. Jadi, menurut beliau, seorang Ideolog adalah orang yang membela dengan segenap jiwa sebuah ideologi atau keyakinan tertentu (Syariati, 1984).Bagi Ali Syariati, ideologi merupakan sebuah fitrah bagi manusia, sekaligus merupakan kesadaran diri yang paling penting, bernilai dan istimewa bagi seorang manusia.Kesadaran ideologi akan memberikan arah sekaligus petunjuk dalam menyingkap kebenaran. Sederhananya, ideologi mempunyai peran dalam membentuk cara pandang, membentuk sebuah pemahaman, dan menunjukkan arah kepada manusia dalam berinteraksi dengan dunianya(Syariati, Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam, Diterjemahkan oleh Haidar Bagir , 1989)
Hal senada juga dikatakan oleh Haedar Nashir, sang Ideolog Muhammadiyah, bahwa Ideologi bukan hanya berupa paham atau pemikiran, namun juga memuat teori dan strategi dalam berjuang untuk mewujudkan paham tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Nashir, Memahami Ideologi Muhammadiyah, 2014).Jika kita mengambil contoh Muhammadiyah, maka Ideologi Muhammadiyah adalah sistem keyakinan, cita-cita, dan perjuangan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam rangka mewujudkan tujuannya yaitu masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dan seperangkat Ideologi Muhammadiyah termuat dalam Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Matan Keyakinan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah, Khittah-Khittah Perjuangan Muhammadiyah, dll.
Sedangkan dalam konteks IMM, sebenarnya tidak ada teks tertulis yang menyatakan tentang Ideologi IMM itu apa, atau dalam artian tidak ada teks tertulis tentang “Ideologi IMM adalah?”.Namun, jika kita mengambil pengertian dan konsep tentang Ideologi yang dinyatakan oleh Ali Syariati ataupun Haedar Nashir diatas, maka IMM sudah barang tentu memiliki konsep yang cukup komprehensip sebenarnya. Konsep tersebut dapat kita pahami sederhananya dalam Tri Kompetensi Dasar dan Trilogi. Tri Kompetensi merupakan nilai yang harus dipahami dan dimiliki oleh Kader IMM sedangkan Trilogi merupakan kesatuan gagasan dan merupakan lahan garap/tugas yang harus disasar oleh IMM.Jadi, Ideologi IMM bisa diartikan sebagai apa yang diyakini, dijadikan pokok gagasan dan kemudian menjadi landasan dalam bergerak serta diusahakan oleh IMM sebagai organisasi Ideologis.
Sebagai organisasi Ideologis, IMM memiliki prinsip yang kemudian dijadikan landasan dalam bergerak. Jika kita melihat lebih luas, prinsip gerakan ini merupakan sesuatu hal yang wajib ada dan merupakan konsekuensi logis bagi organisasi Ideologis, termasuk IMM. Ibaratnya, jika sebuah gerakan tidak didasari oleh sebuah prinsip, bisa dikatakan gerakan tersebut adalah sebuah Ilusi, karena ia akan sulit bahkan tidak akan sampai pada sebuah tujuan yang ingin diraihnya.Dan, prinsip ini akan menghantarkan organisasi kepada titik equilibrium, atau titik keseimbingan antara nilai yang sedang diusung dan realitas yang sedang dihadapi sehingga usaha dalam rangka mencapai tujuannya dapat berjalan dengan sempurna. Maka, merupakan sesuatu hal yang mendasar bahwa Kader IMM harus mengetahui dan memahami prinsip atau landasan dalam bergerak tersebut, agar nilai tersebut dapat membumi atau dirasakan oleh objek yang sedang disasarnya sesuai dengan apa yang dicita-citakan (Ahmadi, 2015)
Hal fundamental tersebut, yang memuat prinsip atau landasan, selain bersumber dari “ajaran” Muhammadiyah, juga bersumber pada apa yang sudah di-Ijtihad-kan oleh para pendahulu IMM maupun yang diformulasikan secara kolektif melaluiforum formal dalam struktural IMM.Prinsip-prinsip tersebut terjabarkan dalam beberapa gagasan, sebagai berikut ;
1.      Enam Penegasan IMM. Gagasan ini merupakan gagasan awal yang lahir bersamaan dengan lahirnya Maksud & Tujuan IMM. Gagasan ini ditanda-tangani oleh KH Badawi pada Resepsi Pendirian IMM di Yogyakarta pada tanggal 14 Maret 1964. Kemudian, gagasan ini disempurnakan atas usulan peserta pada saat Musyawarah Nasional IMM ke-I di Kotabarat Solo pada Mei 1965(Ahmadi, 2015).
2.      Identitas IMM. Gagasan ini merupakan penegasan atas ciri-ciri khusus dan kepribadian dari IMM yang membedakannya dengan organisasi lainnya. Selain itu, Identitas ini merupakan upaya untuk terus mengembangkan hidup dan kehidupan IMM serta sebagai upaya pengembangan amal gerakannya. Gagasan ini lahir ketika Pleno DPP IMM pada Maret 1968 kemudian disempurnakan dan disahkan pada Konperensi Nasional (Konpernas) IV di Magelang pada Juli 1970(Fathoni, 1990).
3.      Nilai Dasar Ikatan. Gagasan ini memiliki fungsi sebagai penguat landasan dalam berjuang sekaligus menjadi kekuatan yang dinamis dalam upaya merubah kondisi sosial yang tidak sesuai dengan nilai kemanusian dan keadilan (Kholid, 2017).
4.      Pokok-pokok Pikiran IMM. Gagasan ini merupakan respon atas situasi perkembangan bangsa dan ummat pada saat itu. Ada 5 (lima) pokok pikiran dalam gagasan tersebut yang memandangn tentang ; Dunia/Internasional, Umat Islam Indonesia, Muhammadiyah, IMM dan Pembinaan Generasi Muda/Mahasiswa. Gagasan ini disahkan ketika Muktamar ke-V IMM pada April 1986 di Padang atau Mukatamar pertama paska IMM “beku” selama kurang-lebih 10 Tahun(Fathoni, 1990).
5.      Empat Sifat Kader IMM (Profil Kader Ikatan).Gagasan ini merupakan upaya dalam menyongsong harapan-harapan baru dan nuansa baru, serta upaya peng-kristal-an diri bahwa menjadi kader Umat dan Bangsa merupakan gerakan yang universal. Gagasan ini merupakan hasil dari Seminar dan Lokakarya pada Desember 1986 di Universitas Muhamamdiyah Surakarta (Fathoni, 1990).
Selain gagasan – gagasan diatas, dalam merespon situasi dan kondisi di masanya, IMM juga mengeluarkan gagasan dalam wujud Deklarasi – deklarasi yang, biasanya, disahkan setelah Muktamar/Tanwir dan merupakan hasil pikiran dalam Muktamar/Tanwir. Diantaranya ;
1.      Deklarasi Solo. Merupakan Deklarasi Munas (Muktamar) IMM yang ke-I di Kotabarat Solo pada tanggal 5 Mei 1965.
2.      Deklarasi Garut. Sebagai upaya peningkatan mutu organisasi ; Kaderisasi, Kristalisasi dan Konsolidasi. Disahkan dalam Konferensi Nasional ke-II pada 28 Juni 1967 di Garut.
3.      Deklarasi Masjid Raya Baiturrahman. Hasil dari Muktamar IMM ke-IV di Semarang pada 25 Desember 1975. Juga merupakan langkah IMM untuk pengembangan AUM sebagai upaya pembinaan generasi dalam merespon perubahan sosial.
4.      Deklarasi Kota Malang. Dalam deklarasi ini berisi tentang Manifesto Kader Progresif.
5.      Manifesto Politik 40 Tahun IMM. Dikeluarkan pada tanggal 31 Maret 2004.
6.      Deklarasi Setengah Abad IMM. Dikeluarkan pada saat Muktamar ke XIV IMM di Solo pada 26-30 Mei 2014.
Maka, sudah menjadi kodratnyaapabila kader IMM paham dan mengamalkan segala prinsip/landasan yang telah diusahakan dengan susah-payah dan sebenar-benanrnya oleh para perumus tersebut. Sudah menjadi kewajiban dan menjadi sebuah ketaatan bagi sekalian kader IMM untuk patuh dan menjadikan segala “Ideologi” diatas menjadi ladang amal untuk menjunjung tinggi keadilan dan mengentaskan ketertindasan di masyarakat. Menjadi sangat ironis jika Kader IMM tidak paham bahkan tidak mengetahui “apa itu Ideologi IMM?”. Bagaimana tidak, menjadi kader seharusnya sebanding lurus siap menjadi seorang Ideolog. Seorang Ideolog akan dengan penuh tekad dan penuh keikhlasan memahami dan menjalankan apa yang telah menjadi landasan, keyakinan dan cita-cita sebuah organisasi. Karena, dengan Ideologi, seorang ideolog akan mampu menghantarkan peradaban kepada tujuan etis yang dicita-citakannya, yaitu baldatun toyyibatun warobbun ghofur.
Transformasi Kader IMM
Dalam upayanya untuk menyiapkan Kader yang sanggup dan mampu mengemban amanah “ideologis” tersebut, maka IMM telah merumuskan tentang proses penyiapan kader tersebut yang sederhananya disebut sebagai Perkaderan. Perkaderan merupakan proses sakral, penting dan fundamental dalam IMM, mengingat usaha penyiapan kader untuk mengemban amanah Ideologis tidaklah ringan dan sederhana. Namun, “kearah mana? dan tujuannya apa?” Perkaderan itu dilaksanakan, mari kita kutip dari Sistem Perkaderan Ikatan (SPI) ;
“terbentuknya kader yang siap berkembang sesuai dengan spesifikasi profesi yangditekuninya, kritis, logis, trampil, dinamis, utuh. Kualitas kader yang demikian ditransformasikan dalamtiga lahan aktualisasi yakni : persyarikatan, umat dan bangsa”. (IMM, DPP, 2011)
Dari kutipan tersebut dapat kita pahami bahwa orientasi perkaderan IMM diarahkan pada terbentuknya kader yang ahli dalam bidang profesi yang digelutinya, berpikir kritis-logis, mempunyai keterampilan, memiliki sikap dinamis dan kesemuanya itu tidak dilakukan dengan setengah-setengah namun diamalkan dengan utuh. Kemudian kepribadian tersebut kemudian ditransformasikan kedalam ladang amal yaitu Persyarikatan, Umat dan Bangsa.
Atau kalau kita mau yang lebih spesifik lagi, dalam SPI dijelaskan bahwa ;
“Secara substansial, arah perkaderan IMM adalah penciptaan sumber daya manusia yang memiliki kapasitas akademik yang memadai sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman, yang berakhlakul karimah dengan proyeksi sikap individual yang mandiri, bertanggungjawab dan memiliki komitmen serta kompetisi perjuangan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan falsafah perkaderan IMM yang mengembangkan nilai-nilai uswah, pedagogi-kritis, dan hikmah untuk meujudkan gerakan IMM sesuai dengan falsafahnya yakni IMM sebagai gerakan Intelektual dengan penjelasan sebagai pemaksimalan akal dalam membaca fenomena untuk mencari kebenaran yang bersumber pada al Qur’an dan Sunnah terformulasikan dalam humanisasi, liberasi, trasendensi sebagai ruh dalam setiap perkaderan yang dilakukan oleh IMM”.(IMM, DPP, 2011)
Dari kutipan di atas dapat kita pahami bahwa Perkaderan IMM bertujuan untuk melahirkan kader yang sesuai dengan falsafah perkaderan yaitu pengembangan nilai-nilai uswah, pedagogi kritis dan nilai-nilai hikmah. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk pemaksimalan akal dalam membaca dan menemukan kebenaran yang bersumber pada al Quran dan Sunnah dengan formulasi semangat Profetik ; Humanisasi-Liberasi-Transendensi. Nah, kebenaran al Quran dan Sunnah merupakan ruh dan hal esensial dalam proses Perkaderan IMM.Dan secara sederhana, tujuan Perkaderan IMM adalah sebagai upaya transformasi kader kedalam ranah Persyarikatan, Umat dan Bangsa sehingga tercapailah tujuan yaitu Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya.Namun, pertanyaan selanjutnya adalah ; mampukah IMM mentransformasikan kadernya? sudah sejauh mana IMM mentransformasikan kadernya?.
Dalam IMM, kita seringkalihanya fokus dalam penanaman ideologi dan sedikit mengesampingkan tahap selanjutnya setelah penanaman ideologi. Kita seringkali abai terhadap minat, bakat dan kecenderungan kader. Kita sedikit sekali memperhatikan “nasib” kader setelah mereka ter-Ideologi-sasi. Pimpinan disetiap level, lebih-lebih Komisariat, harus memperhatikan secara seksama kepribadian kader sehingga memudahkan untuk memetakan minat, bakat dan kecenderungan. Maka, salahsatu hal yang wajib diupayakan bagi Pimpinan adalah menyiapkan kader guna menempati pos, ladang amal, lahan berjuang, tempat bergerak di IMM yaitu lewat Transformasi Kader.
Haedar Nashir(Nashir, 2002)dalam pandangannya terhadap transformasi kader Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM), lebih khusus kedalam lembaga persyarikatan muhammadiyah, mengatakan bahwa kebutuhan sekarang adalah perlunya usaha yang serius untuk menyiapkan kader-kader yang memiliki kompetensi memadai bagi kepentingan Muhammadiyah, juga diperlukan pula keteladanan dan bukti konkret bahwa kader-kader tersebut memang pantas sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.Jadi, diperlukan usaha yang serius dari pimpinan untuk menyiapkan kader-kader yang berkompetensi sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.
Haedar Nashir juga menawarkan beberapa model upaya yang perlu dilakukan untuk menjalankan misi transformasi tersebut, antara lain ; (a) model otoritas, yaitu penempatan kader secara legal-institusional berdasarkan kebijakan organisasi secara tersistem, (b) model penokohan, yaitu secara berproses menaikkan reputasi kader sehingga memperoleh percepatan dalam menempati posisi dan peran penting di struktur organisasi, (c) model pelibatan aktivitas, yaitu menempatkan kader dalam berbagai kegiatan dan jalur kelembagaan sehingga secara berproses menjadi lebih siap dalam menempati posisi tertentu, (d) model informal, yaitu melibatkan kader melalui “dzawil qurba” yang tentu harus terkait dengan sistem kelembagaan.
Usaha transformasi kader ini, dalam IMM, juga dikenal dengan istilah Diaspora Kader. Diaspora secara bahasa diartikan dengan penyebaran atau penaburan benih.Dalam arti IMM, Diaspora merupakan usaha dalam mentransformasikan kader kedalam ladang amalnya sehingga nilai-nilai yang diusung dapat diterapkan sekaligus berguna bagi persyarikatan, umat dan bangsa. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan pen-diaspora-an yaitu ; identifikasi minat kader, internalisasi nilai, persiapan kapasitas kader, dan networking(Bidang Kader PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta, 2017).
Identifikasi kader dapat dimulai ketika kader mengikuti Perkaderan Utama Dasar. Dalam setiap Perkaderan, apalagi Utama, lazimnya memang ada hasil yang dikeluarga oleh Instruktur yang berupa Laporan Observasi Akhir. Setelah itu pada proses paska perkaderan Utama Dasar, pimpinan seharusnya memiliki alat penilaian yang tepat. Selain itu, dibutuhkan juga alat monitoring dan evaluasi yang representatif bagi perkembangan kader. Karena, ketepatan dalam menilai seorang kader akan mempermudah proses identifikasi seorang kader.
Kedua adalah internaliasasi nilai. Ini merupakan hal yang sangat penting untuk proses diaspora. Sederhananya, “bibit yang unggul akan mudah tumbuh ketika ditanam, begitu sebaliknya, bibit yang buruk akan sulit bahkan tidak akan pernah tumbuh”. Ketiga adalah penyiapan kapasitas kader. Ini bisa ditempuh dengan cara membuat sebanyak mungkin Creative Minority yang memadai bagi perkembangan kader, termasuk juga, mendorong kader untuk berperan aktif dalam organisasi intra di Kampus.Keempat adalah networking, jaringan kerja. Ini berfungsi sebagai “pemagangan” kedalam sektor-sektor yang sesuai dengan minat kader, bagaimana kader dapat mendapatkan pengalaman “nyata” sesuai dengan kompetensi yang dimiliknya.
Menghayati Ideologi ; Menuju Transformasi Kader

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ...
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah....” (al Qur`an Surat Ali Imron : 110)
Penggalan ayat diatas adalah salahsatu alasan bahwa kita memiliki beban yang tidak ringan di Dunia ini. Salahsatu tanggungjawab yang sedang kita emban adalah menjadi Kholifah Allah di muka bumi ini. Menjadi Kholifah sederhanannya menjadi wakil Allah di muka bumi, menjadi penjaga apa-apa yang telah diciptakan oleh Allah, menjadi sebaik-baik makhluk yang mengilhami sifat-sifat Nya. Dalam ayat tersebut Allah memberi kabar kepada manusia bahwa Umat Islam adalah umat yang terbaik yang diutus untuk manusia yang lainnya. Namun, ada syarat menjadi Umat yang terbaik, yaitu manusia harus berbuat “Amar ma`ruf, nahi munkar dan tu`minuna billah”.
Ayat tersebut mengidentifikasikan bahwa perlu adanya satu kelompok, organisasi, atau persyarikatan yang mengemban misi khalifah Allah, membawa nilai etis dan profetis. Kerja dari perkumpulan ini adalah kerja kolektif, diperuntukkan untuk tanggungjawab yang luas, diperuntukkan untuk kepentingan sesama manusia. Tugasnya tidak ringan, menyuruh kepada kebaikan - mencegah kepada kemungkaran –beriman kepada Allah. Maka, jika tugas sebagai khalifah tidak pernah dilaksanakan, maka benarlah apa yang diragukan oleh Malaikat kepada Allah bahwa manusia adalah “makhluk yang suka berbuat kerusakan...”.
Nah, semangat Ali Imron ayat 110 inilah yang menjadi salahsatu alasan bagi kader IMM untuk menghayati Ideologi yang telah dirumuskan kemudian wujud dari keberhasilan penghayatan Ideologi adalah transformasi kader kepada kebermanfaatan yang lebih luas. Ideologi menjadi pedoman kader menjadi seorang khalifah Allah di muka bumi ini, dan harapannya kader IMM mampu bertransformasi dengan cara menyuruh kepada kebaikan (Humanisasi), mencegah kepada keburukan (Liberasi), di tengah masyarakat dan kesemuanya itu dalam rangka Iman kepada Allah (Transendensi). Jadi, Kader IMM adalah Umat terbaik, yang dilahirkan untuk manusia dengan membawa misi keilahian : memanusiakan manusia dan membebaskan belenggu manusia.
Penutup
Dalam sebuah kesempatan Djazman Al Kindi, salahsatu founding father IMM, mengatakan ;
“Kami melahirkan dan membina IMM dengan maksud mempersiapkan masa depan Muhammadiyah dengan tenaga yang terlatih, baik bidang ilmiah maupun di bidang amaliah. Konsekuensi sebagai kader dan anak kandung Muhammadiyah, maka kepribadian IMM tidak lain adalah penerapan kepribadian Muhammadiyah. Bahwa kalau Muhamamdiyah adalah gerakan dakwah Islam dan amar ma`ruf nahi munkar, maka IMM sebagai eksponen mahasiswa di dalamnya, IMM tidak bisa lain harus menempatkan diri sebagai gerakan yang demikian pula, meskipun fungsi organisasinya sebagai gerakan mahasiswa tidak perlu diabaikan, bahkan harus menyemangati gerak juangnya”.(Fathoni, 1990)
Pesan tersebut agaknya harus kita pahami dan cermati sebagai Kader IMM. Merupakan sebuah penegasan sekalian harapan oleh (salahsatu) pendiri IMM. Wallahu a’lam bish showab. Tabik!



________________________________

Agam, N. C. (1997). Melacak Sejarah Kelahiran dan Perkembangan IMM.

Ahmadi, M. (2015). Genealogi Kaum Merah. Dalam A. Anwar. Yogyakarta: MIM Indiegenous School.

Bidang Kader PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta. (2017). Kaidah Perkaderan Dasar. Jakarta: PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta.

Fathoni, F. (1990). Kelahiran yang Dipersoalkan. Surabaya: PT Bina Ilmu.
IMM, DPP. (2011). Sistem Perkaderan Ikatan. Jakarta: DPP IMM.
Kholid, A. (2017). Internalisasi Nilai Dasar Ikatan guna Mewujudkan Kader yang Berkemajuan. https://azwarizmy.wordpress.com/2017/02/18/internalisasi-nilai-dasar-ikatan-guna-mewujudkan-kader-yang-berkemajuan.
Nashir, H. (2002). Transformasi Kader Muhammadiyah. Suara Muhammadiyah.
Nashir, H. (2014). Memahami Ideologi Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Syariati, A. (1984). Tugas Cendekiawan Muslim. Bandung: Mizan.
Syariati, A. (1989). Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam, Diterjemahkan oleh Haidar Bagir . Bandung: Mizan.