Rabu, 26 Februari 2014

Selasa, 18 Februari 2014

Note Jerinx (Drumer Superman Is Dead) "Sastra Is Dead"

Saat saya menulis note ini, saya serasa terbakar amarah, rasa tidak terima sekaligus jijik dengan rendahnya kualitas intelektual yg bertebaran congkak tanpa malu di facebook.
Jika saya bisa mengalikan diri saya hingga berjumlah jutaan, ingin sekali rasanya mencari satu- satu idiot itu dirumahnya dan menampar mereka di depan ibu nya.

Sebagai seniman saya merasa kebebasan berexpresi saya hendak dilucuti, diturunkan tuk kemudian disamaratakan dengan intelektualitas 'mereka' agar 'mereka' bisa mengerti apa yg saya katakan/ lakukan.
Dan saya katakan: persetan! Mereka ingin saya memakai bahasa yang mudah dimengerti, ingin agar saya menafikan seni sastra dan mengatakan semuanya dengan literal.
Lalu apa bedanya saya dengan seniman-seniman generik plastik yang merajai Indonesia saat ini?
Kalian ingin saya menjadi seperti mereka?

Mengenang 44 Tahun Soe Hok Gie

Jumat itu, di hari Lebaran kedua pada 12 Desember 1969, tim pendakian Gunung Semeru sudah berkumpul di Stasiun Kereta Api Gambir, Jakarta Pusat, sebelum pukul 06:00 WIB. Bagi Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FS-UI) ini merupakan pendakian pertama gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 Mdpl (meter di atas permukaan laut).

Herman Onesimus Lantang dipercaya sebagai pemimpin pendakian. Soe Hok Gie, Aristides Katoppo, Maman Abdurachman, Anton Wijana (Wiwiek), Rudy Badil (non-Mapala UI serta dua non-UI yaitu, Idhan Dhantanvari Lubis (Mahasiswa Universitas Tarumanegara) dan Fredy Lodewijk Lasut.

Rudy Badil dalam bukunya, Soe Hok-Gie...Sekali Lagi: Buku Pesta dan Cinta di Alam Bangsanya, mengisahkan, kereta api dari Jakarta berangkat pukul 07:00. Hok Gie yang sikapnya gesit, di stasiun itu ngobrol cukup lama dengan Rudy Hutapea, rekan seperjuangannya di Radio UI.