Pendahuluan
Dalam sejarahnya, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) lahir dalam
suasana politik Indonesia yang sedang kritis. Salahsatu penyebab keadaan
politik tersebut adalah pemberlakuan Demokrasi Terpimpin oleh Soekarno sehingga
muncul-lah gagasan kemudian di-sah-kan menjadi landasan Demokrasi Terpimpin
yaitu Nasionalis-Agama-Komunis (NASAKOM). Akibat dari gagasan tersebut adalah
adanya gejolak pertentangan antara Ideologi “agama” dan Ideologi Komunis. Agama,
dalam ranah ini adalah Islam, merasa bahwa Soekarno sudah dijangkiti oleh
“virus” Komunisme sehingga beliau seakan memberi angin segar bagi Komunis untuk
bergerak bebas. Padahal, Islam merasa, Komunis hanya memanfaatkan Soekarno
untuk melanggengkan tujuannya yaitu mengganti Pancasila menjadi Komunisme. Dampak
dari kedekatan Soekarno dengan Komunis adalah dibubarkannya salahsatu partai
Islam yaitu Partai Masyumi, dengan berbagai macam alasan yang
melatarbelakanginya. Bukti bahwa Komunis ingin mengganti ideologi Pancasila
dengan Komunisme adalah adanya peristiwa G-30-S.
Menanggapi permasalahan bangsa yang pelik tersebut, maka lahirlah
IMM. Harapannya, hadirnya IMM turut menjadi angin segar bagi kekuatan Islam
dalam “melawan” Komunis yang banyak merugikan Islam bahkan Bangsa Indonesia.
Meskipun begitu, alasan diatas bukan menjadi satu-satunya alasan atas kelahiran
IMM tersebut. Alasan diatas adalah sedikit respon bagi IMM dalam menanggapi
permasalahan bangsa secara praksis. Ide untuk menghimpun dan mengikat para
pelajar sekaligus mahasiswa Muhammadiyah dalam satu wadah sudah lama di
gaungkan oleh Muhammadiyah. Keinginan tersebut bisa dilacak sejak tahun
1930-an, yang mengingkinkan adanya Perguruan Tinggi Muhammadiyah (Agam, 1997).
Muhammadiyah sadar bahwa Organisasinya akan mati dan hilang ditelan
masa ketika tidak-adanya penyebaran ideologi dan proses transfer cita-cita
kepada generasi selanjutnya.Muhammadiyah melihat bahwa untuk mewujudkan baldatun
toyyibatun warobbun ghofuur tidak mungkin hanya menyasar satu lapisan
masyarakat, namun dibutuhkan kesadaran disemua elemen masyarakat sehingga
cita-cita mulia tersebut dapat terwujud dengan baik. Pendeknya, cita-cita yang
mulia akan sulit terwujud bahkan tidak akan pernah terwujud jika tidak adanya
kesadaran merata disegala lapisan masyarakat.
Ideologi Sebagai Landasan Bergerak
Ali Syariati, seorang Ideolog dari Iran, mengungkapkan makna ideologi
sebagai ilmu tentang cita-cita atau tentang keyakinan. Dimulai dengan akar kata
idea yang semakna dengan gagasan, pemikiran, cita-cita, tujuan,
keyakinan dan logi yang berarti ilmu, logika, pengetahuan. Jadi, menurut
beliau, seorang Ideolog adalah orang yang membela dengan segenap jiwa sebuah ideologi
atau keyakinan tertentu (Syariati, 1984).Bagi Ali Syariati,
ideologi merupakan sebuah fitrah bagi manusia, sekaligus merupakan kesadaran
diri yang paling penting, bernilai dan istimewa bagi seorang manusia.Kesadaran
ideologi akan memberikan arah sekaligus petunjuk dalam menyingkap kebenaran. Sederhananya,
ideologi mempunyai peran dalam membentuk cara pandang, membentuk sebuah
pemahaman, dan menunjukkan arah kepada manusia dalam berinteraksi dengan
dunianya(Syariati, Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam, Diterjemahkan
oleh Haidar Bagir , 1989)
Hal senada juga dikatakan oleh Haedar Nashir, sang Ideolog
Muhammadiyah, bahwa Ideologi bukan hanya berupa paham atau pemikiran, namun
juga memuat teori dan strategi dalam berjuang untuk mewujudkan paham tersebut
dalam kehidupan sehari-hari (Nashir, Memahami Ideologi Muhammadiyah, 2014).Jika kita mengambil
contoh Muhammadiyah, maka Ideologi Muhammadiyah adalah sistem keyakinan,
cita-cita, dan perjuangan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam rangka
mewujudkan tujuannya yaitu masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dan
seperangkat Ideologi Muhammadiyah termuat dalam Mukaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah, Matan Keyakinan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, Kepribadian
Muhammadiyah, Khittah-Khittah Perjuangan Muhammadiyah, dll.
Sedangkan dalam konteks IMM, sebenarnya tidak ada teks tertulis
yang menyatakan tentang Ideologi IMM itu apa, atau dalam artian tidak ada teks
tertulis tentang “Ideologi IMM adalah?”.Namun, jika kita mengambil pengertian
dan konsep tentang Ideologi yang dinyatakan oleh Ali Syariati ataupun Haedar
Nashir diatas, maka IMM sudah barang tentu memiliki konsep yang cukup
komprehensip sebenarnya. Konsep tersebut dapat kita pahami sederhananya dalam
Tri Kompetensi Dasar dan Trilogi. Tri Kompetensi merupakan nilai yang harus dipahami
dan dimiliki oleh Kader IMM sedangkan Trilogi merupakan kesatuan gagasan dan merupakan
lahan garap/tugas yang harus disasar oleh IMM.Jadi, Ideologi IMM bisa diartikan
sebagai apa yang diyakini, dijadikan pokok gagasan dan kemudian menjadi
landasan dalam bergerak serta diusahakan oleh IMM sebagai organisasi Ideologis.
Sebagai organisasi Ideologis, IMM memiliki prinsip yang kemudian
dijadikan landasan dalam bergerak. Jika kita melihat lebih luas, prinsip
gerakan ini merupakan sesuatu hal yang wajib ada dan merupakan konsekuensi
logis bagi organisasi Ideologis, termasuk IMM. Ibaratnya, jika sebuah gerakan
tidak didasari oleh sebuah prinsip, bisa dikatakan gerakan tersebut adalah
sebuah Ilusi, karena ia akan sulit bahkan tidak akan sampai pada sebuah tujuan
yang ingin diraihnya.Dan, prinsip ini akan menghantarkan organisasi kepada
titik equilibrium, atau titik keseimbingan antara nilai yang sedang
diusung dan realitas yang sedang dihadapi sehingga usaha dalam rangka mencapai
tujuannya dapat berjalan dengan sempurna. Maka, merupakan sesuatu hal yang mendasar
bahwa Kader IMM harus mengetahui dan memahami prinsip atau landasan dalam
bergerak tersebut, agar nilai tersebut dapat membumi atau dirasakan oleh objek
yang sedang disasarnya sesuai dengan apa yang dicita-citakan (Ahmadi, 2015)
Hal fundamental tersebut, yang memuat prinsip atau landasan, selain
bersumber dari “ajaran” Muhammadiyah, juga bersumber pada apa yang sudah
di-Ijtihad-kan oleh para pendahulu IMM maupun yang diformulasikan secara
kolektif melaluiforum formal dalam struktural IMM.Prinsip-prinsip tersebut
terjabarkan dalam beberapa gagasan, sebagai berikut ;
1.
Enam
Penegasan IMM. Gagasan ini
merupakan gagasan awal yang lahir bersamaan dengan lahirnya Maksud & Tujuan
IMM. Gagasan ini ditanda-tangani oleh KH Badawi pada Resepsi Pendirian IMM di
Yogyakarta pada tanggal 14 Maret 1964. Kemudian, gagasan ini disempurnakan atas
usulan peserta pada saat Musyawarah Nasional IMM ke-I di Kotabarat Solo pada Mei
1965(Ahmadi, 2015).
2.
Identitas
IMM. Gagasan ini
merupakan penegasan atas ciri-ciri khusus dan kepribadian dari IMM yang
membedakannya dengan organisasi lainnya. Selain itu, Identitas ini merupakan
upaya untuk terus mengembangkan hidup dan kehidupan IMM serta sebagai upaya
pengembangan amal gerakannya. Gagasan ini lahir ketika Pleno DPP IMM pada Maret
1968 kemudian disempurnakan dan disahkan pada Konperensi Nasional (Konpernas)
IV di Magelang pada Juli 1970(Fathoni, 1990).
3.
Nilai
Dasar Ikatan. Gagasan ini
memiliki fungsi sebagai penguat landasan dalam berjuang sekaligus menjadi
kekuatan yang dinamis dalam upaya merubah kondisi sosial yang tidak sesuai
dengan nilai kemanusian dan keadilan (Kholid, 2017).
4.
Pokok-pokok
Pikiran IMM. Gagasan ini
merupakan respon atas situasi perkembangan bangsa dan ummat pada saat itu. Ada
5 (lima) pokok pikiran dalam gagasan tersebut yang memandangn tentang ;
Dunia/Internasional, Umat Islam Indonesia, Muhammadiyah, IMM dan Pembinaan
Generasi Muda/Mahasiswa. Gagasan ini disahkan ketika Muktamar ke-V IMM pada
April 1986 di Padang atau Mukatamar pertama paska IMM “beku” selama
kurang-lebih 10 Tahun(Fathoni, 1990).
5.
Empat
Sifat Kader IMM (Profil Kader Ikatan).Gagasan ini merupakan upaya dalam menyongsong harapan-harapan baru
dan nuansa baru, serta upaya peng-kristal-an diri bahwa menjadi kader Umat dan
Bangsa merupakan gerakan yang universal. Gagasan ini merupakan hasil dari
Seminar dan Lokakarya pada Desember 1986 di Universitas Muhamamdiyah Surakarta (Fathoni, 1990).
Selain gagasan – gagasan diatas, dalam merespon situasi dan kondisi
di masanya, IMM juga mengeluarkan gagasan dalam wujud Deklarasi – deklarasi
yang, biasanya, disahkan setelah Muktamar/Tanwir dan merupakan hasil pikiran
dalam Muktamar/Tanwir. Diantaranya ;
1.
Deklarasi
Solo. Merupakan Deklarasi Munas (Muktamar) IMM yang ke-I di Kotabarat Solo pada
tanggal 5 Mei 1965.
2.
Deklarasi
Garut. Sebagai upaya peningkatan mutu organisasi ; Kaderisasi, Kristalisasi dan
Konsolidasi. Disahkan dalam Konferensi Nasional ke-II pada 28 Juni 1967 di
Garut.
3.
Deklarasi
Masjid Raya Baiturrahman. Hasil dari Muktamar IMM ke-IV di Semarang pada 25
Desember 1975. Juga merupakan langkah IMM untuk pengembangan AUM sebagai upaya pembinaan
generasi dalam merespon perubahan sosial.
4.
Deklarasi
Kota Malang. Dalam deklarasi ini berisi tentang Manifesto Kader Progresif.
5.
Manifesto
Politik 40 Tahun IMM. Dikeluarkan pada tanggal 31 Maret 2004.
6.
Deklarasi
Setengah Abad IMM. Dikeluarkan pada saat Muktamar ke XIV IMM di Solo pada 26-30
Mei 2014.
Maka, sudah menjadi kodratnyaapabila kader IMM paham dan
mengamalkan segala prinsip/landasan yang telah diusahakan dengan susah-payah
dan sebenar-benanrnya oleh para perumus tersebut. Sudah menjadi kewajiban dan
menjadi sebuah ketaatan bagi sekalian kader IMM untuk patuh dan menjadikan
segala “Ideologi” diatas menjadi ladang amal untuk menjunjung tinggi keadilan
dan mengentaskan ketertindasan di masyarakat. Menjadi sangat ironis jika Kader
IMM tidak paham bahkan tidak mengetahui “apa itu Ideologi IMM?”. Bagaimana
tidak, menjadi kader seharusnya sebanding lurus siap menjadi seorang Ideolog.
Seorang Ideolog akan dengan penuh tekad dan penuh keikhlasan memahami dan menjalankan
apa yang telah menjadi landasan, keyakinan dan cita-cita sebuah organisasi.
Karena, dengan Ideologi, seorang ideolog akan mampu menghantarkan peradaban
kepada tujuan etis yang dicita-citakannya, yaitu baldatun toyyibatun
warobbun ghofur.
Transformasi Kader IMM
Dalam upayanya untuk menyiapkan Kader yang sanggup dan mampu
mengemban amanah “ideologis” tersebut, maka IMM telah merumuskan tentang proses
penyiapan kader tersebut yang sederhananya disebut sebagai Perkaderan.
Perkaderan merupakan proses sakral, penting dan fundamental dalam IMM,
mengingat usaha penyiapan kader untuk mengemban amanah Ideologis tidaklah
ringan dan sederhana. Namun, “kearah mana? dan tujuannya apa?” Perkaderan itu
dilaksanakan, mari kita kutip dari Sistem Perkaderan Ikatan (SPI) ;
“terbentuknya kader yang siap berkembang sesuai dengan spesifikasi
profesi yangditekuninya, kritis, logis, trampil, dinamis, utuh. Kualitas kader
yang demikian ditransformasikan dalamtiga lahan aktualisasi yakni : persyarikatan,
umat dan bangsa”. (IMM, DPP, 2011)
Dari kutipan tersebut dapat kita pahami bahwa orientasi perkaderan
IMM diarahkan pada terbentuknya kader yang ahli dalam bidang profesi yang
digelutinya, berpikir kritis-logis, mempunyai keterampilan, memiliki sikap
dinamis dan kesemuanya itu tidak dilakukan dengan setengah-setengah namun
diamalkan dengan utuh. Kemudian kepribadian tersebut kemudian ditransformasikan
kedalam ladang amal yaitu Persyarikatan, Umat dan Bangsa.
Atau kalau kita mau yang lebih spesifik lagi, dalam SPI dijelaskan
bahwa ;
“Secara substansial, arah perkaderan IMM adalah penciptaan sumber
daya manusia yang memiliki kapasitas akademik yang memadai sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan zaman, yang berakhlakul karimah dengan proyeksi
sikap individual yang mandiri, bertanggungjawab dan memiliki komitmen serta
kompetisi perjuangan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan
falsafah perkaderan IMM yang mengembangkan nilai-nilai uswah, pedagogi-kritis,
dan hikmah untuk meujudkan gerakan IMM sesuai dengan falsafahnya yakni IMM
sebagai gerakan Intelektual dengan penjelasan sebagai pemaksimalan akal dalam
membaca fenomena untuk mencari kebenaran yang bersumber pada al Qur’an dan
Sunnah terformulasikan dalam humanisasi, liberasi, trasendensi sebagai ruh
dalam setiap perkaderan yang dilakukan oleh IMM”.(IMM, DPP, 2011)
Dari kutipan di atas dapat kita pahami bahwa Perkaderan IMM
bertujuan untuk melahirkan kader yang sesuai dengan falsafah perkaderan yaitu
pengembangan nilai-nilai uswah, pedagogi kritis dan nilai-nilai hikmah.
Kesemuanya itu dimaksudkan untuk pemaksimalan akal dalam membaca dan
menemukan kebenaran yang bersumber pada al Quran dan Sunnah dengan formulasi
semangat Profetik ; Humanisasi-Liberasi-Transendensi. Nah, kebenaran al Quran
dan Sunnah merupakan ruh dan hal esensial dalam proses Perkaderan IMM.Dan
secara sederhana, tujuan Perkaderan IMM adalah sebagai upaya transformasi kader
kedalam ranah Persyarikatan, Umat dan Bangsa sehingga tercapailah tujuan yaitu
Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya.Namun, pertanyaan selanjutnya adalah ; mampukah
IMM mentransformasikan kadernya? sudah sejauh mana IMM mentransformasikan
kadernya?.
Dalam IMM, kita seringkalihanya fokus dalam penanaman ideologi dan
sedikit mengesampingkan tahap selanjutnya setelah penanaman ideologi. Kita
seringkali abai terhadap minat, bakat dan kecenderungan kader. Kita sedikit
sekali memperhatikan “nasib” kader setelah mereka ter-Ideologi-sasi. Pimpinan
disetiap level, lebih-lebih Komisariat, harus memperhatikan secara seksama
kepribadian kader sehingga memudahkan untuk memetakan minat, bakat dan
kecenderungan. Maka, salahsatu hal yang wajib diupayakan bagi Pimpinan adalah
menyiapkan kader guna menempati pos, ladang amal, lahan berjuang, tempat
bergerak di IMM yaitu lewat Transformasi Kader.
Haedar Nashir(Nashir, 2002)dalam pandangannya
terhadap transformasi kader Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM), lebih khusus
kedalam lembaga persyarikatan muhammadiyah, mengatakan bahwa kebutuhan sekarang
adalah perlunya usaha yang serius untuk menyiapkan kader-kader yang memiliki
kompetensi memadai bagi kepentingan Muhammadiyah, juga diperlukan pula
keteladanan dan bukti konkret bahwa kader-kader tersebut memang pantas sebagai
pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.Jadi, diperlukan
usaha yang serius dari pimpinan untuk menyiapkan kader-kader yang berkompetensi
sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.
Haedar Nashir juga menawarkan beberapa model upaya yang perlu
dilakukan untuk menjalankan misi transformasi tersebut, antara lain ; (a) model
otoritas, yaitu penempatan kader secara legal-institusional berdasarkan kebijakan
organisasi secara tersistem, (b) model penokohan, yaitu secara berproses
menaikkan reputasi kader sehingga memperoleh percepatan dalam menempati posisi
dan peran penting di struktur organisasi, (c) model pelibatan aktivitas, yaitu
menempatkan kader dalam berbagai kegiatan dan jalur kelembagaan sehingga secara
berproses menjadi lebih siap dalam menempati posisi tertentu, (d) model
informal, yaitu melibatkan kader melalui “dzawil qurba” yang tentu harus
terkait dengan sistem kelembagaan.
Usaha transformasi kader ini, dalam IMM, juga dikenal dengan istilah
Diaspora Kader. Diaspora secara bahasa diartikan dengan penyebaran atau penaburan
benih.Dalam arti IMM, Diaspora merupakan usaha dalam mentransformasikan kader
kedalam ladang amalnya sehingga nilai-nilai yang diusung dapat diterapkan sekaligus
berguna bagi persyarikatan, umat dan bangsa. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan sebelum melakukan pen-diaspora-an yaitu ; identifikasi minat
kader, internalisasi nilai, persiapan kapasitas kader, dan networking(Bidang Kader PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta,
2017).
Identifikasi kader dapat dimulai ketika kader mengikuti Perkaderan
Utama Dasar. Dalam setiap Perkaderan, apalagi Utama, lazimnya memang ada hasil
yang dikeluarga oleh Instruktur yang berupa Laporan Observasi Akhir. Setelah
itu pada proses paska perkaderan Utama Dasar, pimpinan seharusnya memiliki alat
penilaian yang tepat. Selain itu, dibutuhkan juga alat monitoring dan evaluasi
yang representatif bagi perkembangan kader. Karena, ketepatan dalam menilai
seorang kader akan mempermudah proses identifikasi seorang kader.
Kedua adalah internaliasasi nilai. Ini merupakan hal yang sangat
penting untuk proses diaspora. Sederhananya, “bibit yang unggul akan mudah
tumbuh ketika ditanam, begitu sebaliknya, bibit yang buruk akan sulit bahkan
tidak akan pernah tumbuh”. Ketiga adalah penyiapan kapasitas kader. Ini bisa
ditempuh dengan cara membuat sebanyak mungkin Creative Minority yang memadai
bagi perkembangan kader, termasuk juga, mendorong kader untuk berperan aktif
dalam organisasi intra di Kampus.Keempat adalah networking, jaringan kerja. Ini
berfungsi sebagai “pemagangan” kedalam sektor-sektor yang sesuai dengan minat
kader, bagaimana kader dapat mendapatkan pengalaman “nyata” sesuai dengan
kompetensi yang dimiliknya.
Menghayati Ideologi ; Menuju Transformasi Kader
كُنتُمْ خَيْرَ
أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ...
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah....” (al Qur`an Surat Ali Imron : 110)
Penggalan ayat diatas adalah salahsatu alasan bahwa kita memiliki
beban yang tidak ringan di Dunia ini. Salahsatu tanggungjawab yang sedang kita
emban adalah menjadi Kholifah Allah di muka bumi ini. Menjadi Kholifah
sederhanannya menjadi wakil Allah di muka bumi, menjadi penjaga apa-apa yang
telah diciptakan oleh Allah, menjadi sebaik-baik makhluk yang mengilhami
sifat-sifat Nya. Dalam ayat tersebut Allah memberi kabar kepada manusia bahwa
Umat Islam adalah umat yang terbaik yang diutus untuk manusia yang lainnya.
Namun, ada syarat menjadi Umat yang terbaik, yaitu manusia harus berbuat “Amar
ma`ruf, nahi munkar dan tu`minuna billah”.
Ayat tersebut mengidentifikasikan bahwa perlu adanya satu kelompok,
organisasi, atau persyarikatan yang mengemban misi khalifah Allah,
membawa nilai etis dan profetis. Kerja dari perkumpulan ini adalah kerja
kolektif, diperuntukkan untuk tanggungjawab yang luas, diperuntukkan untuk
kepentingan sesama manusia. Tugasnya tidak ringan, menyuruh kepada kebaikan -
mencegah kepada kemungkaran –beriman kepada Allah. Maka, jika tugas sebagai khalifah
tidak pernah dilaksanakan, maka benarlah apa yang diragukan oleh Malaikat kepada
Allah bahwa manusia adalah “makhluk yang suka berbuat kerusakan...”.
Nah, semangat Ali Imron ayat 110 inilah yang menjadi salahsatu
alasan bagi kader IMM untuk menghayati Ideologi yang telah dirumuskan kemudian wujud
dari keberhasilan penghayatan Ideologi adalah transformasi kader kepada
kebermanfaatan yang lebih luas. Ideologi menjadi pedoman kader menjadi seorang khalifah
Allah di muka bumi ini, dan harapannya kader IMM mampu bertransformasi
dengan cara menyuruh kepada kebaikan (Humanisasi), mencegah kepada keburukan
(Liberasi), di tengah masyarakat dan kesemuanya itu dalam rangka Iman kepada
Allah (Transendensi). Jadi, Kader IMM adalah Umat terbaik, yang dilahirkan
untuk manusia dengan membawa misi keilahian : memanusiakan manusia dan
membebaskan belenggu manusia.
Penutup
Dalam sebuah kesempatan Djazman Al Kindi, salahsatu founding
father IMM, mengatakan ;
“Kami melahirkan dan membina IMM dengan maksud mempersiapkan masa
depan Muhammadiyah dengan tenaga yang terlatih, baik bidang ilmiah maupun di
bidang amaliah. Konsekuensi sebagai kader dan anak kandung Muhammadiyah, maka
kepribadian IMM tidak lain adalah penerapan kepribadian Muhammadiyah. Bahwa
kalau Muhamamdiyah adalah gerakan dakwah Islam dan amar ma`ruf nahi munkar,
maka IMM sebagai eksponen mahasiswa di dalamnya, IMM tidak bisa lain harus
menempatkan diri sebagai gerakan yang demikian pula, meskipun fungsi
organisasinya sebagai gerakan mahasiswa tidak perlu diabaikan, bahkan harus
menyemangati gerak juangnya”.(Fathoni, 1990)
Pesan tersebut agaknya harus kita pahami dan cermati sebagai Kader
IMM. Merupakan sebuah penegasan sekalian harapan oleh (salahsatu) pendiri IMM. Wallahu
a’lam bish showab. Tabik!
________________________________
Agam, N. C. (1997). Melacak Sejarah Kelahiran
dan Perkembangan IMM.
Ahmadi, M. (2015). Genealogi Kaum Merah. Dalam
A. Anwar. Yogyakarta: MIM Indiegenous School.
Bidang Kader PC IMM AR Fakhruddin Kota
Yogyakarta. (2017). Kaidah Perkaderan Dasar. Jakarta: PC IMM AR
Fakhruddin Kota Yogyakarta.
Fathoni, F. (1990). Kelahiran yang
Dipersoalkan. Surabaya: PT Bina Ilmu.
IMM, DPP. (2011). Sistem Perkaderan Ikatan.
Jakarta: DPP IMM.
Kholid, A. (2017). Internalisasi Nilai
Dasar Ikatan guna Mewujudkan Kader yang Berkemajuan.
https://azwarizmy.wordpress.com/2017/02/18/internalisasi-nilai-dasar-ikatan-guna-mewujudkan-kader-yang-berkemajuan.
Nashir, H. (2002). Transformasi Kader
Muhammadiyah. Suara Muhammadiyah.
Nashir, H. (2014). Memahami Ideologi Muhammadiyah.
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Syariati, A. (1984). Tugas Cendekiawan
Muslim. Bandung: Mizan.
Syariati, A. (1989). Ideologi Kaum
Intelektual: Suatu Wawasan Islam, Diterjemahkan oleh Haidar Bagir .
Bandung: Mizan.