Dalam banyak hal, jamak kita jumpai mindset orang di sekitar kita yang cukup bisa disebut ambigu. Hal tersebut disebut Dualisme. Sadar atau tanpa sadar, doktrin dualisme memang sudah mendarah-daging di sekitar kita. Banyak orang yang berkata bahwa "zina tidak apa, yang terpenting hatinya suci", "lebih baik kafir tapi dermawan, daripada muslim tapi kikir" dan bermacam ungkapan kontradiktif yang sering kita jumpai. Seorang dualis memandang fakta secara mendua. Jiwa-raga (mind-body) tidak saling terkait karena berbeda komposisi. Akal bisa saja jahat, materi tetaplah suci. Atau sebaliknya, jiwa selalu dianggap baik, raga sudah pasti jahat. Padahal, dari jiwalah kehendak berbuat itu timbul. Jika pun jiwa putih, maka sudah sepantasnya raga juga putih. Jikalau, jiwa memang berhendak buruk, raga pun berhendak buruk jua. Dalam islam, kerja raga adalah suruhan jiwa (innama al-a'mal bi al niyyat).
Nampaknya, doktrin dualisme telah memenuhi mindset masyarakat modern.
Kemudian mindset yang absurd ini akan melahirkan istilah "penjahat yang
santun", "koruptor yang dermawan", "kafir yang baik", "pelacur yang
moralis" dll. Kebenaran menjadi dua, objektif dan subjektif. Bahkan di
jaman postmo kebenaran menjadi dua, relative dan absolute. Dalam islam,
konsep tauhid inherent dalam semua konsep, tentu asalkan sang subjek
berpikir tauhidi. Dualisme akhirnya bisa menjadi perselingkuhan
intelektual. Hatinya berdzikir tapi pikirannya menghujat. Wallahu a'lam
bi as-showab.
Alfaqir
15/08/2016
Medan Tempur KKN
(mengutip dari buku MISYKAT, Hamid Fahmy Zarkasyi. Di terbitkan oleh INSISTS dan MIUMI).
Alfaqir
15/08/2016
Medan Tempur KKN
(mengutip dari buku MISYKAT, Hamid Fahmy Zarkasyi. Di terbitkan oleh INSISTS dan MIUMI).